Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

'PENGARUH JIKA SANTOSO BENAR MENINGGAL BAGI POSO'

Eksistensi perlawanan kelompok teroris Santoso akan menurun drastis jika pimpinannya meninggal. Abu Wardah alias Santoso adalah simbol sekaligus simpul perlawanan kelompok itu di belantara hutan Poso. (ANTARA FOTO/Basri Marzuki)
Jakarta,  Abu Wardah alias Santoso diduga meninggal ditembak oleh Tim Alfa 29/Raider 500 TNI di Tanambara, Poso, Sulawesi Tengah. Jenasahnya pun dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara Palu untuk dilakukan tes DNA.

Pertanyaan yang muncul kemudian adalah jika yang meninggal benar adalah Santoso, maka apa pengaruh kematiannya bagi terciptanya perdamaian di Poso?

Pengamat terorisme dari The Community Of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya dalam siaran pers, Selasa (19/7), menyampaikan lima analisis.

Pertama, eksistensi perlawanan kelompok teroris itu akan menurun drastis karena Santoso adalah simbol sekaligus simpul perlawanan di belantara hutan Poso selama ini.

"Jika benar Santoso meninggal tentu sangat berpengaruh signifikan pada eksistensi kelompok sipil bersenjata tersebut. Sisa-sisa kelompok Santoso sangat mungkin terdiaspora, memudar menyerahkan diri atau melakukan aksi nekat balasan secara sporadis," kata Harits.

Kedua, di Indonesia ada tiga tempat seksi untuk gerilya yaitu Sulawesi, Aceh dan Papua. Ketika sosok Santoso tidak ada lagi maka perlawanan teroris di Sulawesi otomatis akan memudar. Pintu terciptanya kedamaian di Poso pun terbuka.

"Sementara saat ini untuk Aceh sudah gagal dijadikan basis. Tinggal Papua menjadi tempat berlindung kelompok teroris OPM yang masih eksis," katanya.

Ketiga, Harits berharap tidak ada lagi 'Santoso-Santoso' baru yang muncul karena pilihan pribadi dengan latar belakang dendam atau kreasi dari kelompok tertentu karena visi politiknya ke depan.

"Atau karena kesengajaan pihak tertentu membranding "Santoso baru" dengan narasi yang berlebihan agar drama war on terrorism terus berjalan kontinyu," katanya.

Keempat, yang terpenting menurut Harits adalah segera dihentikannya operasi Tinombala karena target utamanya di Poso telah didapatkan.

"Karena rakyat Poso butuh ketenangan lahir batin, masyarakat butuh hidup normal dalam aspek perekonomian dan aspek lainnya. Yang lebih penting, masyarakat Poso tidak ingin daerahnya dilabeli basis teroris terus menerus," katanya.

Terakhir, meninggalnya Santoso menjadi pelajaran bagi Pemerintah Indonesia agar menggunakan pendekatan disengagement of violence atau menjauhkan seseorang dari aksi-aksi kekerasan dan meninggalkan metode enforcement atau penindakan.

"Oleh karena itu tantangan ke depan adalah bagaimana mengkonstruksi sikap yang proporsional dengan itu lebih utama disengagement of violence dibanding bicara enforcement," katanya.

Di tempat terpisah, Wakil Presiden Indonesia Jusuf Kalla mengatakan, permasalahan di wilayah pegunungan di Sulawesi Tengah akan selesai jika Santoso benar tewas.

"Ini masih menunggu kepastian DNA, kalau itu berhasil artinya kita bisa selesaikan masalah di Poso," kata Jusuf Kalla saat ditemui di Asrama Haji, Pondok Gede, Selasa (19/7). 
 
 
 
 
Sumber: cnnindonesia.com