PRESIDEN TOLAK PROPOSAL KERETA CEPAT
![]() |
| Presiden Jokowi menginginkan pembangunan kereta kecepatan menengah. |
Presiden Joko
Widodo menolak proposal kereta cepat Jakarta-Bandung yang diajukan
Jepang dan Cina, menurut Menko Perekonomian Darmin Nasution.
“Presiden memutuskan kereta cepat belum diperlukan, lebih baik kereta kecepatan menengah,” kata Darmin kepada wartawan.
Pertimbangan
presiden, lanjut Darmin, didasari pada kenyataan bahwa kecepatan kereta
yang dijanjikan dalam proposal tidak bisa mencapai 350 kilometer per
jam. Sebab, dengan memperhitungkan waktu transit di stasiun-stasiun
antara Jakarta dan Bandung yang berjarak 150 kilometer, kecepatan
maksimal kereta hanya sekitar 200 km per jam.
Oleh sebab itu, kata
Darmin, kereta berkecepatan 200-220 km per jam yang paling pantas
dibangun. Konsekuensinya, biaya pembangunan akan berkurang 30%-40%.
Dengan pertimbangan tersebut, Darmin mengatakan
pemerintah mengundang Jepang dan Cina untuk membuat proposal baru untuk
pembangunan kereta kecepatan menengah.
Penolakan
Rencana pembangunan kereta kecepatan tinggi sebelumnya
mendapat penolakan dari berbagai kalangan.
Alasan utama ialah
pembangunan infrastruktur canggih sekelas kereta super-cepat akan
semakin membuat timpang perbedaan infrastruktur antara Pulau Jawa dan
luar Jawa, tak konsisten dengan rencana Presiden Jokowi selama ini untuk
membangun proyek-proyek infrastruktur di luar Jawa untuk mendukung
pertumbuhan ekonomi.
"Jokowi kan selama ini selalu bilang tol
laut, tol laut. Ya fokus itu saja, sambil membangun kereta reguler di
Kalimantan, Sulawesi, Papua. Di Ambon orang harus menunggu kapal datang
sampai berhari-hari atau berminggu-minggu, ini hitungannya menit. Apa
adil?" ujar Ketua Institut Studi Transportasi Darmaningtyas.
Rencana pembangunan infrastruktur canggih di Pulau Jawa juga dinilai ironis oleh pelaku bisnis di luar Pulau Jawa.
Ketua
Asosiasi Industri Kakao Indonesia Piter Jasman, menggambarkan beberapa
masalah infrastruktur yang dia alami dalam mengirim cokelat dari
Lampung, Sulawesi, dan Papua, sumber bahan baku, ke Pulau Jawa, tempat
pengolahan berada.
"Jalanan rusak semua itu, dari Mamuju ke
Sulawesi. Apalagi kalau musim hujan, banyak truk yang tidak bisa jalan.
Otomatis ini menghambat mengirim bahan baku. Dari Irian (Papua)
andaikata kita mau kirim ke Jawa, angkutan kapalnya juga tidak terlalu
banyak. Harus menunggu. Jadi tinggi biaya kita, biaya angkutan, jadi
naik," katanya.
Sumber: bbc.com



