MENGAPA TERDUGA ANGGOTA ISIS DI INDONESIA SULIT DIJERAT?
Author -
doulospusat.org
Afif Abdul Majid terpidana kasus terorisme menjadi saksi enam terdakwa yang dituding sebagai anggota ISIS.
Sidang terhadap
orang-orang yang diduga anggota dan simpatisan kelompok yang menamakan
diri Negara Islam atau ISIS digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Barat,
hari Selasa (20/10, tapi upaya menjerat mereka dinilai sulit.
Dalam
persidangan ini dihadirkan terpidana kasus terorisme yang diduga
anggota ISIS, Afif Abdul Majid, dalam kapasitas sebagai saksi.
“Saya
tidak mengenal mereka atau pun aktivitasnya, hanya Helmi karena satu
blok (dalam tahanan),” jelas Afif kepada majelis hakim.
“Tetapi saya pikir mereka adalah ISIS, karena kalau bukan ISIS tidak akan ditangkap,” katanya. Enam
terdakwa yang disiang adalah Abdul Hakim, Ahmad Junaedi, Aprimul, M.
Fachri atau Tuah Febriwansyah, Ridwan Sungkar dan Koswara, yang
mengatakan tidak mengenal Afif.
Selain enam terdakwa ini masih ada
dua orang lain yang diadili dalam kasus yang sama, namun di ruang yang
terpisah, yaitu Helmi Alamudi dan Muhammad Basri.
Delapan orang
tersebut didakwa dengan UU Tindak Pidana Terorisme dengan ancaman
hukuman penjara 15 tahun dan seumur hidup.
Salah satu terdakwa Fachry
juga didakwa dengan UU ITE melalui situs yang berisi paham kelompok
militan.
Tak kenal terdakwa
Kelompok militan ISIS menguasai sejumlah wilayah di Suriah dan Irak.
Dalam persidangan yang berlangsung sekitar satu jam
dengan mendengarkan keterangan saksi, Jaksa Penuntut Umum bertanya
seputar pengalaman Afif ketika mengikuti latihan militer di Suriah pada
akhir 2013.
Afif yang ketika
ditangkap pada 2014 lalu, merupakan pelaksana harian Jamaah Anshorut Tauhid JAT Solo, menyatakan tidak mengenal para terdakwa dan aktivitas mereka dalam ISIS. Padahal, Afif dihadirkan sebagai saksi yang memberatkan para terdakwa.
Dalam
persidangan beberapa bulan lalu, Afif divonis hukuman empat tahun
penjara, kemudian meningkat menjadi enam tahun di Pengadilan Tinggi
setelah Jaksa mengajukan banding. Kemudian dia mengajukan kasasi.
Dalam
persidangan tingkat pertama hakim menyatakan tidak dapat membuktikan
keterlibatan dalam ISIS dan dia divonis karena kasus pelatihan
kamp militer di Aceh pada 2009 lalu.
Jangan 'multiintepretasi'
Media yang disebarkan dalam deklarasi mendukung ISIS di Malang, Juli 2014.
Direktur Deradikalisasi Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme (BNPT), Irfan Idris, mengakui UU terorisme
masih lemah, sehingga butuh penguatan peraturan dan juga para penegak
hukumnya.
Keenam
terdakwa Abdul Hakim, Ahmad Junaedi, Aprimul,
M Fachri atau Tuah Febriwansyah, Ridwan Sungkar dan Koswara.
“Untuk penguatan terhadap aparat hukum dan pasal yang
harus menjerat mereka secara tegas, jadi jangan multiinterpretasi,"
jelas Irfan. Bukti dan saksi yang memberatkan bagi WNI yang
dikenai tindak pidana sepulang dari Suriah atau diduga sebagai anggota
ataupun simpatisan ISIS sulit dicari.
Sementara jumlah WNI yang pergi ke Suriah diperkirakan bertambah.
Data resmi pemerintah memperkirakan sekitar 500 WNI pergi ke wilayah yang
dikuasai ISIS di Suriah dan Irak. Dan banyak dari mereka yang sudah kembali ke Indonesia.
Ada
kekhawatiran orang-orang yang kembali dari Suriah ini membagikan
pengalaman mereka kepada kelompok-kelompok anak muda, seperti yang
pernah dilakukan para "alumni" Afghanistan.
Pendekatan lunak
Pengamat
terorisme Taufik Andri mengatakan kembalinya orang Indonesia yang
pernah ke Suriah memiliki risiko terhadap ancaman keamanan, meski pada
saat ini belum jelas seberapa jauh.
Untuk itu, menurut Taufik beberapa pendekatan yaitu
hukum dengan merevisi UU terorisme dengan mencantumkan isu terorisme di
tingkat global atau pejuang asing terorisme, dan juga pendekatan yang
lunak.
“Saya kira penegakan hukum itu satu aspek, aspek lain, adalah soft approach
nya bisa memadai, ada orang-orang yang katakanlah konteksnya ada di
luar Indonesia, tetapi ada juga yang berpikir jika itu bisa diterapkan
di Indonesia, pendekatannya terutama memetakan, adalah memberdayakan
potensi mereka, mendekati mereka secara kemanusiaan, sehingga tidak
menimbulkan masalah di kemudian hari," kata Taufik.
Pendekatan lunak ini juga bisa misalnya berupa bantuan secara ekonomi.
Taufik
mengatakan pendekatan hukum tak boleh menjadi satu-satunya upaya,
karena itu akan membawa risko yang lebih buruk karena mereka akan
melawan.
Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi yang mendesak
negara-negara anggotanya untuk mencegah perektrutan dan bergabungnya
warga mereka, dengan kelompok militan seperti ISIS.
Sumber: bbc.com Image copyrightBBC INDONESIA Image copyrightis video