Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

AIRNAV AKAN GUNAKAN SISTEM NAVIGASI SATELIT DI BANDARA MEDAN

Kantor Pusat AirNav. Perum Lembaga Penyelenggara Navigasi Penerbangan atau AirNav Indonesia berencana mengubah prosedur pendaratan pesawat di Bandara Internasional Kualanamu, Medan, Sumatera Utara.

Medan -- Perum Lembaga Penyelenggara Navigasi Penerbangan atau AirNav Indonesia berencana mengubah prosedur pendaratan pesawat di Bandara Internasional Kualanamu, Medan, Sumatera Utara.

Apabila selama ini terbatas hanya mengandalkan sistem navigasi darat, maka ke depan akan berbasis satellit atau mengacu pada Performance Base Navigation (PBN) Approach.

Suharsono, Pelaksana Harian General Manager AirNav Medan menjelaskan, dengan menggunakan satelit, maka akan meminimalkan interaksi antara pilot dengan petugas pengawas di bandara. Selama ini, pilot praktis hampir tidak tahu posisi dan kondisi di sekitarnya karena sistem kendali dikontrol dari darat.

“Yang tahu keberadaan mereka kan Air Traffic Controller (ATC) . Nah dengan PBN ini pilot akan tahu keberadaan mereka sendiri (sehingga) bisa menavigasi sendiri,” kata Suharsono, Kamis (4/8).

Dia menjelaskan, prosedur pendaratan ini akan memanfaatkan sistem navigasi satelit global atau Global Navigation Satelite Sistem (GNSS), yang prosedurnya yang telah ditetapkan dan dipublikasikan dalam Aeronautika Information Publication (AIP).

Saat ini, lanjutnya, sistem navigasi di Bandara Internasional Kualanamu masih menggunakan prosedur pendaratan berbasis alat bantu navigasi darat (ground based navigation), yakni prosedur pendaratan presisi atau Instrumen Landing Sistem (ILS) Approach dan prosedur pendaratan non presisi (VOR/DME Approach). Prosedur ini dalam penerapannya sangat bergantung dengan alat bantu navigasi darat.

“PBN ini mengandalkan satelit, jadi sifatnya lebih komprehensif, sehingga bisa memetakan semua wilayah dengan tingkat akurasi yang lebih tinggi meskipun di wilayah-wilayah yang banyak terdapat penghalang (obstacle),” jelasnya.

Artinya, kata Suharsono, tingkat akurasi PBN Approach akan lebih tinggi dalam mendeteksi lokasi keberadaan dari pesawat itu sendiri. Keuntungan lainnya yang didapat dari sistem ini adalah efisiensi penggunaan bahan bakar pesawat yang secara langsung terkait dengan pengurangan emisi gas buang, serta pengurangan biaya perawatan dan pengadaan fasilitas navigasi penerbangan.

Pada ksempatan yang sama, Direktur Keselamatan, Kemananan, dan Standarisasi AirNAv Indonesia Yurlis Hasibuan menyatakan, sejauh ini baru bandara di Surabaya, Denpasar, dan Jakarta yang menggunakan prosedur PBN Approach. Pihak AirNav Indonesia sendiri akan memprioritaskan implementasi dari prosedur PBN Approach ini di beberapa bandara yang tingkat frekuensinya padat, salah satunya Medan yang saat ini sudah dalam tahap poses penyelesaian.

“Prioritas penggunaan prosedur PBN di titik tertentu yang pendaratannya sukar, atau yang frekuensinya padat,” tuturnya.

Bandara Kualanamu merupakan salah satu bandara yang juga akan memanfaatkan prosedur tersebut. Namun, saat ini prosedur tersebut masih dalam tahap proses sehingga AirNAv Medan menargetkan dapat mengimplementasikan prosedur ini pada akhir tahun.

Penerapan prosedur ini, lanjut Yurlis, juga sangat mengandalkan kemampuan dari pesawat itu sendiri. Artinya, pihak maskapai sendiri yang harus melakukan investasi terhadap pesawatnya yang mau memanfaatkan prosedur tersebut.

“AirNav hanya urusan prosedur. Jadi dari sisi peralatan pendukung, tergantung pada kelengkapan pesawatnya, apakah mendukung prosedur PBN atau tidak,” jelasnya.

Namun, tambahnya, PBN Approach bukan sembarang prosedur karena akan diuji coba terlebih dahulu yang melibatkan semua pihak terkait, tidak hanya AirNav. Selain itu, AirNav juga perlu melakukan pelatihan terhadap karyawannya untuk mengoperasikan prosedur tersebut.
 




Sumber : cnnindonesia.com