YESUS PUN JADI NAMA PIL KOPLO
Bentuknya Bulat berwarna putih, layaknya
obat atau pil pada umumnya. Pembedanya hanya goresan huruf pada pil
tersebut bertanda seperti huruf “Y” dengan ditambahi bulatan mirip
kepala diatasnya. Sehingga paduan gambarnya membentuk seperti citra
manusia mengangkat tangan. Citra itu yang kemudian memancing anak-anak
muda di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, untuk menyebut pil itu
sebagai “Pil Yesus”. Sebutan yang membuat umat Kristen mengelus dada
prihatin.
Penyebutan pil “koplo” yang didalamnya
terselip nada penodaan agama itu diketahui publik setelah tertangkapnya
salah satu remaja pengedarnya.
Seorang pelajar kelas XII salah satu Sekolah Menengah Umum swasta di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan berinisial AS (17), itu terlibat bisnis pil koplo. Seperti dikabarkan merdeka.com, remaja ini tertangkap basah oleh polisi dari satuan narkoba Polres Maros, pada Minggu (20/3), pukul 03.00 WITA.
Seorang pelajar kelas XII salah satu Sekolah Menengah Umum swasta di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan berinisial AS (17), itu terlibat bisnis pil koplo. Seperti dikabarkan merdeka.com, remaja ini tertangkap basah oleh polisi dari satuan narkoba Polres Maros, pada Minggu (20/3), pukul 03.00 WITA.
Bersama seorang rekannya, yang lebih
dewasa dari dia, Andi Fadli (20), kepada penyidik AS mengaku telah
menjual obat terlarang itu sejak dua bulan terakhir. AS ditangkap
dengan barang bukti yang disita berupa pil koplo atau obat-obatan
golongan daftar G sebanyak 455 butir di dalam 65 sachet plastik.
Juga diamankan uang sejumlah Rp 30 ribu rupiah hasil penjualan.
Juga diamankan uang sejumlah Rp 30 ribu rupiah hasil penjualan.
Di hadapan penyidik, AS mengaku pil itu
diambil dari Makassar.
Setiap sachet berisi tujuh butir dibanderol Rp 10 ribu. Keuntungannya per sachet sebesar Rp 3 ribu dipakai buat kebutuhan sekolah. Sebab, dia beralasan ibunya yang hanya seorang guru honorer tidak mampu memenuhi kebutuhannya. Sementara ayahnya sudah meninggal. Slawi / Merdeka.com
Setiap sachet berisi tujuh butir dibanderol Rp 10 ribu. Keuntungannya per sachet sebesar Rp 3 ribu dipakai buat kebutuhan sekolah. Sebab, dia beralasan ibunya yang hanya seorang guru honorer tidak mampu memenuhi kebutuhannya. Sementara ayahnya sudah meninggal. Slawi / Merdeka.com

