FATWA MUI MENYATAKAN GAFATAR SESAT
![]() |
Organisasi Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) menggelar pertemuan saat masih aktif. |
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat mengeluarkan fatwa sesat bagi organisasi Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar).
Dalam
jumpa pers di gedung MUI, Jakarta, Rabu (3/2), Ketua Umum MUI Pusat, KH
Ma'ruf, mengemukakan dasar atas fatwa sesat terhadap Gafatar.
"Mereka
sesat karena merupakan metamorfosis Al-Qiyadah Al-Islamiyah dan
menjadikan Ahmad Musadeq sebagai pemimpinnya," kata KH Ma’ruf kepada
wartawan.
Gafatar, tambahnya, juga sesat karena menganut ajaran Millah Abraham.
"Millah
Abraham mencampuradukkan agama Islam, Nasrani, dan Yahudi. Terhadap
mereka yang meyakini paham itu maka dinyatakan murtad dan keluar dari
ajaran Islam," ujar Ma'ruf.
Masih dalam kesempatan yang sama,
Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Hasanuddin AF meminta
pemerintah mengembalikan aset yang dimiliki ribuan orang mantan anggota
Gafatar. Menurutnya, hak-hak warga eks Gafatar harus dipenuhi walau
mereka telah dinyatakan sesat.
"Kami mengimbau masyarakat tidak
merampas aset-aset warga eks Gafatar. Pemerintah wajib melindungi warga
eks Gafatar. Yang sudah kehilangan pekerjaan, misalnya, harus dilindungi
pemerintah," kata Hasanuddin.
![]() |
Eks pimpinan Gafatar menyatakan MUI tak berhak menyebut anggota Gafatar sesat. |
Mengundang Gafatar<span >
Hasanuddin
AF menyatakan bahwa dalam proses pertimbangan untuk menentukan fatwa
sesat bagi organisasi Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar), mereka sudah
mengundang organisasi ini untuk memberi klarifikasi.
"Kemarin diundang, mereka nggak
datang. Jadi pertemuan dengan Jaksa Agung saja, klarifikasi seperti apa
organisasi gerakan Gafatar ini," kata Hasanuddin kepada BBC Indonesia,
Rabu (3/2).
Menurut Hasanuddin, para tokoh eks-Gafatar diminta
untuk mengklarifikasi apakah benar bahwa ajaran mereka terkait Al Qiyada
al Islamiyah, dan tokoh mereka adalah Ahmad Musadeq, dan terkait apakah
mereka mencampuradukkan ajaran agama.
"Karena dalam dokumen-dokumen seperti itu, tinggal klarifikasi saja, mereka nggak datang, ya...terserah mereka," kata Hasanuddin.
Fatwa
keluar setelah melalui proses pengkajian di MUI, kemudian dilaporkan ke
komisi fatwa, dan setelah komisi fatwa menggelar rapat pleno, akhirnya
keluar fatwa sesat.
Ketika ditanya soal Gafatar yang sudah
menyatakan keluar dari Islam sehingga MUI 'tak berhak' mengeluarkan
fatwa soal mereka, Hasanuddin mengatakan, "Silakan saja mereka mengaku
seperti itu, tapi dari dokumen-dokumen yang ada, mereka masih dalam
lingkup (Islam), mengakui Quran sebagai dasar pijakannya. Quran itu kan
sumber ajaran Islam, kecuali mereka tidak mengakui Quran sebagai dasar
ajaran mereka."
Setelah fatwa keluar, MUI "mengajak" pengikut
Gafatar untuk "kembali pada kebenaran sesuai ajaran Islam yang
sebenarnya" oleh para pengurus MUI di tingkat daerah, provinsi dan
kecamatan.
Hasanuddin juga menyatakan bahwa salah satu diktum
fatwa MUI adalah masyarakat wajib menerima, merangkul, tidak mengusik,
dan tidak boleh mengganggu serta merampas aset warga eks-Gafatar.
'Keluar dari Islam'
Jauh
hari sebelum MUI mengeluarkan fatwa sesat, Mahful M Tumanurung selaku
mantan pucuk pimpinan organisasi eks-Gafatar menyatakan bahwa mereka
sudah keluar dari paham dan keyakinan Islam, sehingga
MUI tak berhak lagi mengeluarkan fatwa sesat pada mereka.
“Dalam
hal persoalan keyakinan dan paham keagamaan adalah hak asasi setiap
warga negara Indonesia yang dilindungi dan dijamin oleh Konstitusi,
untuk itu kami menyatakan sikap, telah keluar, telah keluar dari
keyakinan dan paham keagamaan Islam mainstream Indonesia, dan
tetap berpegang teguh pada paham milah Abraham.
Untuk itu, bukan pada
tempatnya Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa sesat pada kami
atau Gafatar sebagai organisasi kemasyarakatan yang bergerak di bidang
sosial budaya yang berasaskan Pancasila seperti tertulis dalam AD/ART
kami," kata Mahful di hadapan wartawan di YLBHI, Jakarta, Rabu (26/1).
![]() |
Kediaman anggota Gafatar dibakar di Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat, Januari lalu. |
Fasilitasi
Lepas dari keyakinan para mantan anggota Gafatar, pemerintah Indonesia diminta
memfasilitasi setiap keinginan mereka yang berbeda-beda.
"Itu
harus diselesaikan berdasarkan keinginan mereka. Mereka mau apa, kalau
mau transmigrasi, ya harus difasilitasi," kata Direktur Program Studi
Agama dan Lintas Budaya, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Zainal
Abidin Bagir, kepada BBC Indonesia, Selasa (02/02) petang.
Menurutnya,
ribuan eks anggota Gafatar adalah warga Indonesia yang memiliki hak
hidup, hak mencari pekerjaan, dan hak untuk tinggal di wilayah
Indonesia.
Sebelumnya, pemerintah Indonesia menegaskan kembali
tentang opsi transmigrasi ke luar Jawa seperti yang diinginkan oleh
sebagian eks anggota Gafatar.
Sedikitnya 2.000 eks anggota Gafatar dievakuasi oleh aparat keamanan dari sejumlah wilayah Kalimantan Barat menyusul
aksi pembakaran kediaman mereka di Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat.
Mereka kemudian
dikirim ke wilayah asal mereka di berbagai kota di Jawa dan Sumatra, dengan ditempatkan terlebih dulu di lokasi 'pembinaan'.
Sumber : bbcindonesia.com