PHILIP YANCEY MENDOAKAN KESATUAN GEREJA INDONESIA
![]() |
Philip Yancey memberi ilustrasi kegemarannya mendaki gunung-gunung di Colorado saat menjelaskan tentang iman dalam seminar di GBI Glow Fellowship Center, Selasa (10/11). (Foto: Bayu Probo) |
JAKARTA – Jurnalis dari
Christianity Today, Dr Philip Yancey, mendoakan supaya gereja-gereja di
Indonesia bersatu. Doa ini ia ucapkan saat mengisi seminar di Jakarta,
Selasa (10/11).
Sebelumnya ia menceritakan sebuah kelakar dari Mark Twain—nama pena Samuel Langhorne Clemens, penulis The Adventures of Tom Sawyer (1876) dan Adventures of Huckleberry Finn (1885), yang disebut sebagai novel terbaik Amerika—tentang aliran agama. Penulis Disappointment with God itu
berkata, “Mark Twain pernah bercerita tentang percobaannya mendamaikan
binatang. Ia memasukkan anjing dan kucing ke dalam satu kerangkeng.
Dalam satu jam mereka yang awalnya bermusuhan, berubah menjadi damai.
Kemudian ia mencobakan untuk burung, kambing, dan babi. Hasilnya sama,
mereka bisa berdamai. Mark Twain kemudian memasukkan orang dari Gereja
Baptis, Presbiterian, dan Katolik. Dan tidak ada yang tersisa hidup.”
Di hadapan hadirin yang sebagian besar adalah mahasiswa STT Jaffray, editor Alkitab New International Version edisi Student Bible
itu berbicara tentang melawan roh-roh jahat (Mrk. 9).
Dia menegaskannya
dengan mengutip Efesus 6:12, “karena perjuangan kita bukanlah melawan
darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan
penguasa-penguasa, melawan kuasa-kuasa dunia yang gelap ini, melawan
roh-roh jahat di udara.”
Kemudian ia menjelaskan ada tiga roh atau semangat yang harus dilawan
oleh para pengikut Kristus. Kurangnya iman, kompetisi, dan perpecahan.
Yancey menjelaskan berdasarkan dalam Markus 9:14-29 tentang seorang anak
yang dirasuk oleh roh jahat. Murid-muridnya tidak dapat mengusirnya
lalu membawanya kepada Yesus.
Yesus mengeluhkan kondisi itu, “Hai kamu
orang-orang yang tidak percaya, sampai kapan Aku harus tinggal di antara
kamu? Sampai kapan Aku harus sabar terhadap kamu? Bawalah anak itu ke
mari!” (ay. 19) Dan, waktu bertanya kepada bapak si anak dan mendengar
jawaban sang ayah yang ragu-ragu, Yesus menjawab, “Katamu: Jika Engkau
dapat? Segala sesuatu mungkin bagi orang yang percaya!" (ay. 23) Segera
ayah anak itu berteriak, "Aku percaya. Tolonglah aku yang tidak percaya
ini!"
Yancey memandang bahwa pergulatan iman ayah anak yang kerasukan roh
jahat itu juga dialami sebagian besar orang Kristen.
“Tidak banyak orang
yang mempunyai iman seperti perwira Romawi (Mat. 8:5-13), Perempuan
Siro-Fenesia (Mrk. 7:24-30) yang bahkan mereka bukanlah Yahudi yang
dianggap sebagai umat Tuhan,” kata penulis The Bible Jesus Read ini. Lalu apa kuncinya? Memiliki iman kanak-kanak.
Yancey menyebut anak-anak mudah percaya sehingga kita sebagai
orangtua pun harus mengingatkan mereka supaya berhati-hati dengan orang
yang tidak dikenal.
Anak-anak juga bergantung hidupnya pada orang
dewasa. “Dan, anak-anak mewujudkan rasa terima kasih mereka kepada
orangtua tidak hanya dengan perkataan, juga mereka meminta lebih,” kata
Yancey. Iman seperti itulah yang dipuji oleh Yesus.
Semangat yang dikritik Yancey adalah semangat kompetisi. Dalam Markus
9:33-37 dikisahkan tentang murid-murid Yesus yang berdebat tentang
siapa yang terbesar di Kerajaan Allah. Lalu Yesus duduk dan memanggil
kedua belas murid itu. Kata-Nya kepada mereka, "Jika seseorang ingin
menjadi yang pertama, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya
dan pelayan dari semuanya." Lalu Yesus mengambil seorang anak kecil dan
menempatkannya di tengah-tengah mereka, kemudian Ia memeluk anak itu dan
berkata kepada mereka, "Siapa saja yang menyambut seorang anak seperti
ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku. Siapa saja yang menyambut Aku,
bukan Aku yang disambutnya, tetapi Dia yang mengutus Aku."
Itu juga dialami oleh banyak orang Kristen. Berkompetisi dalam
prestasi dan karya baik, kata Yancey, tetapi sangat merusak jika
berkompetisi untuk menunjukkan standar kesalehan kita lebih dari yang
lain.
Menetapkan standar ketaatan mengikuti berbagai aturan keagamaan
sembari memandang rendah orang lain yang tidak mengikuti standar kita
itu berbahaya. Sebab, standar yang benar adalah standar Allah sendiri.
Jika kita memandang standar Allah, kita akan sadar bahwa standar kita
sangat rendah. Ketimbang berkompetisi, Yancey mendorong para pengikut
Kristus untuk bekerja sama.
Pada bagian ketiga, Yancey menyebut perpecahan adalah roh yang harus
dilawan. Sebab seperti doa Yesus bagi gereja, tercatat di Yohanes 17,
yang ingin gereja Tuhan satu. “Aku telah memberikan kepada mereka
kemuliaan yang Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka menjadi satu,
sama seperti Kita adalah satu,” doa Yesus kepada Bapa (Yoh. 17:22).
Yancey mengatakan bahwa di negara-negara yang orang Kristennya tidak
mayoritas, memang cenderung lebih menyatu karena ada tekanan besar di
luar gereja.
Misalnya di Indonesia ini. Walau begitu, Yancey
mengingatkan tentang potensi perpecahan itu ada. “Saya belum lagi 24 jam
hadir di Indonesia, tetapi sudah banyak pertanyaan tentang berbagai
teologi yang bertentangan di Indonesia ini. Yang bahkan memaksa saya
untuk menentukan sikap konsep teologi mana yang saya pilih.”
Untuk itu
penulis buku Prayer—diterbitkan BPK Gunung Mulia dengan judul Doa—mendoakan kesatuan gereja-gereja di Indonesia. Seperti doa Yesus di Taman Getsemani malam sebelum disalibkan.
Sumber: satuharapan.com