DOKUMEN RAHASIA BIN TENTANG TOKOH PAPUA MERDEKA BOCOR DI AUSTRALIA
![]() |
| Aaktivis Papua bentrok dengan polisi dalam unjuk rasa menandai ulang tahun ke-53 Gerakan Papua Merdeka di Jakarta pada Desember 2014 |
SYDNEY - Sebuah dokumen
rahasia yang diklaim milik Badan Intelijen Negara (BIN) telah bocor ke
kantor berita Australia, Fairfax, yang kemudian mengulasnya dalam
laporannya.
Dalam dokumen itu disebutkan pemerintah Indonesia telah menyusun
suatu berkas rahasia yang secara rinci mendata "kelemahan" dari
tokoh-tokoh Papua, semisal kegemaran pada wanita dan alkohol. Dokumen
ini dipakai sebagai strategi untuk menekan gerakan kemerdekaan Papua.
Dokumen yang diberi judul Rencana Aksi Papua, tertanggal Maret 2014 -
beberapa bulan sebelum Joko Widodo menjadi presiden. Dokumen itu
memiliki logo BIN dan tampaknya berasal dari Deputi II Kepala BIN.
Fairfax Media yang mencoba meminta konfirmasi dari BIN
mendapat jawaban bahwa lembaga itu akan mengadakan penyelidikan inetrnal
dengan segera untuk mengetahui dari mana sumber dokumen tersebut.
"BIN tidak pernah mengeluarkan dokumen tersebut," kata Direktur Informasi BIN, Sundawan Salya, sebagaimana dilansir oleh Sydney Morning Herald hari ini (3/2).
"Kami melakukan operasi intelijen dan karena itu tidak akan pernah menggunakan dokumen terbuka seperti itu," kata dia.
Menurut Fairfax, dokumen rahasia yang bocor itu menargetkan
pemimpin agama, aktivis politik dan mahasiswa Papua yang tinggal di luar
provinsi itu.
Dokumen tersebut, menurut Fairfax, memuat daftar kekuatan
dan kelemahan sejumlah tokoh Papua dan menjelaskan taktik untuk menekan
gerakan pro kemerdekaan di sana. Juga digambarkan bagaimana taktik untuk
memecah opini yang ada dalam gerakan pro kemerdekaan.
Di antara tokoh yang masuk dalam daftar itu adalah Markus Haluk,
mantan ketua Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua Se-Indonesia.
Dokumen tersebut melaporkan bahwa Haluk sering menghadiri seminar yang
menuntut pembebasan Papua dan selalu mengeritik kebijakan pemerintah.
Menurut dokumen, kekuatannya adalah kemampuannya untuk memotivasi
warga pegunungan Papua yang tidak berpendidikan universitas dan
menciptakan "propaganda melalui media".
Kelemahannya? "Uang dan perempuan," demikian dokumen yang diperoleh Fairfax Media.
"Saya pikir itu pelecehan terhadap martabat dan karakter saya," kata Haluk kepada Fairfax Media.
"Saya punya istri, saya bukan playboy. Saya tahu ada banyak
cara Indonesia (mencapai tujuannya). Ini strategi intelijen, strategi
Jakarta untuk membunuh seorang pejuang."
Haluk mengatakan dia tidak akan takut atau panik. "Perjuangan saya
adalah untuk menyelamatkan orang Papua. Saya tidak disponsori atau
dibayar oleh siapa pun. Dan saya akan terus berjuang sampai kebenaran
ditegakkan di Papua."
Tokoh lain yang masuk dalam daftar BIN adalah Beny Dimara. Dia adalah
seorang tokoh agama terkemuka yang bekerja dengan mahasiswa Papua di
Yogyakarta. Dalam dokumen ia digambarkan sebagai seseorang yang
"mengikuti politik separatis".
Namun, kepada Fairfax Media, Beny Dimara mengatakan dia tidak ada hubungannya dengan kegiatan pro-kemerdekaan.
"Saya seorang imam dan perhatian saya hanya satu, yaitu membuat
pemuda Papua lebih baik dalam pengetahuan mereka tentang Tuhan dan dalam
pendidikan mereka," kata dia.
Teolog dan aktivis, Benny Giay, juga masuk dalam daftar. Ia
digambarkan sebagai "pendeta terkemuka yang dapat mempengaruhi dan
dapat membangkitkan semangat separatis."
"Ini adalah paranoid, ini gila," kata dia, ketika diberitahu tentang keberadaan dokumen itu.
"Mereka (pemerintah) sering mengikuti kami atau mengirim wartawan
untuk mewawancarai kami pada topik-topik tertentu. Mereka akan
menghadiri konferensi pers, menghadiri pertemuan gereja kami," kata dia.
Dokumen itu juga memuat target minimal dan target maksimal, yang
diharapkan dicapai dalam rentang waktu April hingga Oktober 2014.
Target minimal adalah membuat tokoh-tokoh yang ada dalam daftar
tersebut tidak mempersoalkan pelanggaran HAM di Papua atau membuat
mereka menolak kemerdekaan Papua.
Ada pun target maksimal ialah para tokoh itu mendukung NKRI dan
mendukung UU Otonomi Khusus Papua yang kala itu sangat kuat didorong
oleh pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.
Sumber: satuharapan.com
Sumber: satuharapan.com


