RI UPAYAKAN PEMBEBASAN DUA WNI YANG DISANDERA DI PNG
Pemerintah
Indonesia mengharapkan dua warga Indonesia yang diduga disandera oleh
kelompok bersenjata di wilayah Skouwtiau, Distrik Kerom, Papua Nugini,
dapat dibebaskan pada Selasa (15/09).
Direktur Perlindungan WNI
dan Badan Hukum Indonesia, Kementerian Luar Negeri Indonesia, Lalu
Muhammad Iqbal mengatakan, pihaknya mendapat informasi dari para kepala
suku di wilayah tersebut bahwa sandera dijanjikan akan dibebaskan pada
Selasa.
"Ada informasi lain yang kita terima dari para kepala suku
bahwa minta waktu Selasa (15/09) untuk pembebasan," kata Lalu Muhammad
Iqbal kepada wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan, Senin (14/09) sore.
Kementerian
Luar Negeri Indonesia, menurutnya, terus melakukan koordinasi dengan
Angkatan Bersenjata Papua Nugini dan pemuka adat di wilayah yang disebut
sebagai lokasi penyembunyian dua orang sandera.
"Yang jelas tidak
ada batas akhir langsung... Intinya bahwa upaya (pembebasan) tetap
dilakukan, semua pendekatan kita lakukan dengan prioritas kedua WNI
dapat segera dibebaksan," ungkapnya.
Apa tuntutan penyandera?
Ditanya
apa tuntutan dari kelompok pelaku penyanderaan, Iqbal tidak bersedia
mengungkapkannya. "Kita lebih baik tidak buka dulu sehinggga proses
pembebasan lebih fokus dan lancar," katanya.
Sejumlah informasi
menyebutkan, pelaku penyanderaan bersedia membebaskan dua WNI dengan
syarat pemerintah Indonesia bersedia membebaskan sejumlah anggota
Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Bagaimanapun, Iqbal mengaku pihaknya sempat
memperoleh informasi dari Angkatan Bersenjata Papua Nugini, bahwa dua
pekerja asal Indonesia itu akan dibebaskan pada Senin (14/09), tetapi
ini tidak terjadi.
Keterangan resmi menyebutkan, dua orang warga Indonesia itu bekerja di perusahaan penebangan hutan di wilayah Papua Nugini.
"Menurut Angkatan Bersenjata PNG, mereka disandera sejak Sabtu (12/09) lalu," kata Iqbal.
Sejumlah
laporan menyebutkan, kelompok bersenjata tersebut sempat melakukan
penembakan di lokasi penebangan yang melukai seorang WNI, sebelum
akhirnya menculik dua orang WNI lainnya.
KNPB meragukan pelakunya OPM
Sementara,
Ketua Umum Komite Nasional Papua Barat, KNPB, Victor Yeimo, mengatakan,
dirinya meragukan informasi yang menyebut pelaku penyekapan terhadap
dua WNI itu adalah Organisasi Papua Merdeka.
Dalam wawancara
dengan BBC Indonesia, Victor Yeimo menyebut tuduhan itu "spekulatif"
karena "tanpa bisa membuktikan siapa pelakunya".
"Lucunya itu dibenarkan oleh media nasional
Indonesia, tanpa membuktikan siapa pelakunya itu, lalu secara spekulatif
menuduh Organisasi Papua Merdeka," kata Victor.
Lagi pula,
lanjutnya, sejauh ini belum ada pernyataan resmi dari para pemimpin OPM
di wilayah perbatasan terhadap kasus penyanderaan dua warga Indonesia
tersebut.
"Sampai sekarang belum ada pernyataan resmi dari
kepemimpinan OPM di wilayah itu. Kita tahu Lambert Pekikir maupun
Mathias Wenda, dua pimpinan OPM yang ada di wilayah perbatasan, belum
memberikan pernyataan bahwa mereka bertanggung jawab atas penyanderaan
itu," tandasnya.
Dalam setahun ini, menurutnya, setidaknya ada dua
kasus penculikan dan penyanderaan di Papua yang selalu menyudutkan OPM
sebagai pelakunya. "Padahal belum ada pengakuan dari pimpinan OPM,"
tegas Victor.

Menurutnya, pimpinan OPM selalu menyatakan
bertanggung jawab untuk kasus-kasus perampasan senjata milik TNI atau
Kepolisian Indonesia.
"Tetapi untuk kasus penculikan atau penyanderaan, belum ada pengakuan OPM," tambahnya.
Tuntutan
pemisahan diri atau merdeka dari Indonesia tetap disuarakan oleh
sebagian warga Papua, sementara pemerintah Indonesia menganggap otonomi
khusus kepada Papua merupakan jalan terbaik.
Sejumlah kasus
kekerasan, baik di kalangan sipil, pendukung ide pemisahan diri atau
kemerdekaan, serta aparat keamanan Indonesia, masih terjadi.
Awal Mei 2015 lalu, Presiden Joko Widodo telah memberikan
grasi kepada lima orang tahanan politik yang terlibat Organisasi Papua Merdeka (OPM)
Sumber: bbc.com